Wednesday, April 13, 2016

TINJAUAN ILMIAH



BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bagian integral dari kehidupan manusia dan memegang peranan penting dalam usaha meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syah (2006:1) : “Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran.”

            Kualitas sumber daya manusia sangat menentukan perkembangan suatu bangsa, demikian pula halnya dengan keberhasilan dalam menghadapi persaingan global. Sumber daya manusia yang meningkat akan menjadikan suatu bangsa menjadi bangsa yang maju. Hal ini didukung oleh pendapat Idris dan Jamal (dalam Yahya, 2003:24) : “Potensi dan kemampuan tenaga kerja perlu dikembangkan terus-menerus sehingga pemanfataannya dapat semakin meningkat. Jika sumber daya manusia meningkat, maka bangsa akan maju.”
            Berdasarkan etimologi, perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio, sedangkan ilmu lain menekankan hasil observasi atau eksperimen di samping penalaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Sriyanto (2007:15) yang menyatakan : “Tujuan pendidikan matematika di sekolah lebih ditekankan pada penataan nalar, dasar dan pembentukan sikap, serta keterampilan dalam penerapan.”                               
Menurut Jhonson dan Myklebust (dalam Abdurrahman, 1999:252) : “Matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan, sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir.”
1
 
Rendahnya prestasi belajar matematika siswa di sekolah telah menjadi masalah nasional yang harus diperhatikan oleh berbagai kalangan. Ada banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa, diantaranya yaitu kepercayaan diri dan persepsi siswa terhadap bidang studi matematika itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Purwanto (1996:85) :
Faktor yang mempengaruhi kemampuan berprestasi seseorang :
a. Faktor yang ada pada individu itu sendiri (internal), yaitu kematangan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi, seperti rasa percaya diri dan persepsi.
b. Faktor yang ada di luar individu (eksternal) yang tediri faktor keluarga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang digunakan dalam mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tesedia dan motivasi sosial.

Kepercayaan diri merupakan salah satu  bagian faktor internal yang turut mempengaruhi prestasi belajar siswa. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Pajares dan Schunk (dalam Ubaedy, 2007:12) :
“Self-efficacy yang bagus akan menjadi penentu keberhasilan seseorang (pelajar) dalam menjalankan tugas. Mereka lebih punya kesiapan mental untuk belajar, lebih punya dorongan yang kuat untuk bekerja giat, lebih tahan dalam mengatasi kesulitan dan lebih mampu mencapai level prestasi yang lebih tinggi.”
Tidak adanya kepercayaan diri akan membuat siswa berkesulitan dalam berkomunikasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Rakhmat (2006:109) : “Orang yang kurang percaya diri akan sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi.”  Hal ini tentunya akan mempengaruhi siswa dalam mencapai kesuksesan karena                  kepercayaan diri terkait dengan bagaimana seseorang memperjuangkan keinginannya untuk meraih sesuatu (prestasi atau performansi). Ini seperti yang dikatakan Mark Twain (dalam Ubaedy, 2007:11) : “Apa yang anda butuhkan untuk berprestasi adalah memiliki komitmen yang utuh dan rasa percaya diri.”
Berdasarkan penelitian sebelumnya, Lubis (2003) menyatakan :“Terdapat hubungan yang positif dan berarti antara kepercayaan diri dengan prestasi belajar matematika siswa.”
Mengingat pentingnya kepercayaan diri dalam belajar, maka diharapkan guru mampu meningkatkan kepercayaan dalam diri siswa. Dengan  kepercayaan diri, siswa akan cenderung mempersepsi segala sesuatu dari sisi termasuk persepsinya terhadap bidang studi matematika. Ini sesuai dengan pendapat Rini (dalam www.e_psikologi.com) yang menyatakan : “Individu dengan rasa percaya diri, cenderung mempersepsi segala sesuatu dari sisi positifnya.”
Dari keseluruhan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengadakan Tinjauan Ilmiah dengan judul : “Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Pantai Labu Tahun Ajaran 2014/2015.”

B.        Permasalahan
   Sesuai dengan latar belakang yang dikemukakan di atas, dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan yaitu :
1.      Rendahnya kemampuan dasar matematika siswa.
2.      Kepercayaan diri mempunyai hubungan dengan prestasi belajar siswa.
3.      Siswa menganggap matematika adalah pelajaran yang sulit.











                                              









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.      Kerangka Teoritis
2.1.1.      Kepercayaan Diri
2.1.1.1. Pengertian Kepercayaan Diri 
 Rasa percaya diri merupakan modal utama yang harus dimiliki oleh seseorang dalam pergaulan. Menurut Rini (dalam www.e-psikolog.com) :   “Kepercayaan diri adalah sikap positip seseorang individu yang                      memampukan diri untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya.”
 Dengan memiliki rasa percaya diri yang tinggi seseorang akan mudah mengaktualisasikan dirinya. Davies (2004:1) mengatakan : “Rasa percaya diri sering dihubungkan dengan perasaan semangat bahagia, semangat, bergembira, dan pada umumnya memegang kendali atas kehidupan.”
 Sebagian besar orang menganggap rasa percaya diri adalah mempunyai keyakinan pada kemampuan sendiri, keyakinan pada adanya suatu maksud dalam kehidupan, dan kepercayaan bahwa dengan akal budi mereka akan mampu melaksanakan apa yang mereka inginkan, rencanakan dan harapkan. Hal ini didukung oleh Ubaedy (2007:11) yang mengatakan : “Kepercayaan diri terkait dengan bagaimana seseorang memperjuangkan keinginannya untuk meraih sesuatu (prestasi atau performansi).” Orang-orang yang percaya diri memiliki harapan yang realistis, dan mampu menerima diri sendiri serta tetap positif meskipun sebagian dari harapan–harapan tidak terpenuhi.
 Menurut Hakim (2005:6) : “Kepercayaan diri dapat diartikan sebagai suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan dalam hidupnya.” Kepercayaan diri itu sendiri adalah kepercayaan yang berasal dari orang lain yang sangat bermanfaat bagi perkembangan orang tersebut.
4
 
Seseorang yang mendapat kepercayaan diri dari orang lain merasa dirinya dihargai, dihormati, dan merasa  bertanggung jawab.
 Menurut Yudiantoro (2006) : “Kepercayaan diri adalah suatu keyakinan yang dalam diri seseorang bahwa ia mampu melakukan segala sesuatu seorang diri.” Kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif  baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan yang dihadapinya.
 Pada dasarnya kepercayaan diri merupakan keyakinan individu terhadap dirinya. Antoni (dalam Syamsiah, 1994:45) mengatakan : “Kepercayaan diri adalah pengetahuan di dalam batin bahwa seseorang dapat menangani setiap keadaan, atau dengan kata lain suatu keyakinan terhadap diri sendiri untuk mencapai keberhasilan.” Keyakinan ini harus didasarkan pada pengetahuan tentang dirinya sendiri atau dapat memahami diri sendiri. Hal ini akan mendorong seseorang untuk lebih jauh mengenal dirinya. Dengan demikian orang tersebut akan tahu segala kekurangan dan kelebihannya, sehingga dia dapat menempatkan dirinya pada posisi yang tepat dalam pergaulan, tanpa harus memiliki rasa malu atau kurang percaya diri.
 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri adalah keyakinan akan kemampuan diri sendiri sehingga tidak mudah terpengaruh terhadap orang lain dan mengetahui kemampuan diri sendiri serta dapat mengambil keputusan sesuai dengan yang diharapkan dan diinginkan untuk dapat mengembangkan potensi diri.

2.1.1.2. Ciri-Ciri Orang Yang Memiliki Kepercayaan Diri
 Pemahaman tentang kepercayaan diri akan lebih jelas jika seseorang melihat  secara langsung  berbagai peristiwa atau pengalaman yang dialami oleh dirinya sendiri atau orang lain. Berdasarkan berbagai peristiwa dan pengalaman tersebut bisa dilihat gejala-gejala tingkah laku seseorang yang menggambarkan adanya rasa percaya diri atau tidak. Berikut ini adalah salah satu contoh peristiwa yang memperlihatkan adanya rasa percaya diri :
 Ani adalah siswa kelas X SMA yang selalu menjadi juara umum di sekolahnya. Pada waktu itu kelasnya mendapatkan guru matematika yang sangat streng dalam mengajar. Setiap kali selesai menerangkan suatu bagian pelajaran guru selalu memerintahkan siswa untuk mengerjakan soal di depan kelas. Umumnya siswa di kelas Ani merasa tidak yakin bahkan merasa takut jika ditunjuk untuk mengerjakan soal di papan tulis. Namun tidak demikian halnya dengan Ani, yang memiliki keberanian untuk menjawab soal yang diberikan oleh guru. Bahkan di setiap mata pelajaran, jika guru bertanya atau meminta seseorang mengerjakan soal di depan kelas, ia selalu mengajukan dirinya tanpa diperintah.
Berdasarkan contoh peristiwa di atas, bisa dilihat dengan jelas bahwa Ani adalah siswa yang memiliki kepribadian penuh percaya diri. Dengan pengamatan yang mendalam kita dapat melihat adanya ciri-ciri tertentu dari orang yang mempunyai  kepercayaan diri  yang tinggi. Ciri-ciri tersebut seperti yang dikemukakan Hakim (2005:5) sebagai berikut :
a.       Selalu bersikap tenang dalam mengerjakan sesuatu.
b.      Mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai.
c.       Mampu menetralisasi ketegangan yang muncul dalam berbagai situasi.
d.      Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi dalam berbagai situasi.
e.       Memiliki kondisi mental dan fisik yang cukup menunjang penampilannya.
f.       Memiliki kecerdasan yang cukup.
g.      Memiliki tingkat pendidikan formal yang cukup.
h.      Memiliki keahlian atau keterampilan lain yang menunjang kehidupannya, misalnya keterampilan berbahasa asing.
i.        Memiliki kemampuan bersosialisasi.
j.        Memiliki latar belakang pendidikan keluarga yang baik.
k.      Memiliki pengalaman hidup yang menempa mentalnya menjadi kuat dan tahan dalam menghadapi berbagai cobaan hidup.
l.        Selalu bereaksi positif dalam menghadapi masalah.

Sejalan dengan itu Rini (dalam www.e-psikologi.com)   menyatakan :
Beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional, diantaranya adalah :
·   Percaya akan kompetensi/kemampuan diri hingga tidak mementingkan pujian, pengakuan, penerimaan, ataupun rasa hormat orang lain.
·   Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok.
·      Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, berani    menjadi diri sendiri.
·   Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya stabil).
·   Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan    atau kegagalan, tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak tergantung/mengharapkan bantuan orang lain).
·   Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain dan situasi di luar dirinya.
·   Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu tidak terwujud ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi.
Selain itu, beberapa ciri atau karakteristik individu yang kurang rasa     percaya diri diantaranya adalah :
·   Berusaha menunjukkan sikap konformis, semata-mata demi mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok.
·   Menyimpan rasa takut/kekhawatiran terhadap penolakan.
·   Sulit menerima realita diri (terlebih menerima kekurangan diri) dan memandang rendah kemampuan diri sendiri dan dipihak lain memasang harapan yang tidak realistik terhadap diri sendiri.
·    Pesimis, mudah menilai segala sesuatu dari sisi negatif.
·    Takut gagal, sehingga menghindari segala resiko dan tidak                                              berani memasang target untuk berhasil.
·   Cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus (karena undervalue  diri sendiri).
·    Selalu menempatkan /memposisikan diri sebagai yang terakhir, karena menilai dirinya tidak mampu.
·   Mempunyai external locus of control (mudah menyerah pada nasib, sangat tergantung pada keadaan dan pengakuan /penerimaan serta bantuan orang lain).

2.1.1.3. Perkembangan Kepercayaan Diri 
 Menurut para ahli, kepercayaan diri tidak diperoleh secara instan melainkan melalui proses yang berlangsung sejak usia dini dalam kehidupan bersama orang tua. Sementara menurut Bush (dalam Kumara, 2001) :
“Perkembangan kepercayaan diri diawali dengan pengenalan secara fisik, bagaimana seseorang menilai dirinya, menerima atau menolaknya. Selanjutnya akan menimbulkan rasa puas atau sebaliknya rasa rendah hati dan hal ini akan mempengaruhi perkembangan mental seseorang.”

Faktor pola asuh dan interaksi di usia dini merupakan faktor yang amat mendasar bagi pembentukan rasa percaya diri. Menurut Rini (dalam www.e-psikologi.com) : “Sikap orang tua akan diterima oleh anak sesuai dengan persepsinya pada saat itu. Orang  tua yang menunjukkan kasih, perhatian, penerimaan  cinta dan kasih sayang yang tulus dengan anak akan membangkitkan rasa percaya diri pada anak tersebut.”
Orang tua dan masyarakat sering kali meletakkan harapan yang kurang realistik terhadap seorang anak ataupun individu. Sikap suka membanding-bandingkan anak, mempergunjingkan kelemahan anak, ataupun membicarakan kelebihan anak lain di depan anak sendiri. Situasi ini akhirnya mendorong anak tumbuh menjadi individu yang tidak bisa menerima kenyataan dirinya, karena orang selalu mengharapkan dirinya menjadi seseorang yang bukan dirinya sendiri. Rasa percaya dirinya begitu lemah, sementara ketakutannya terlalu besar.
Gaya hidup, kesibukan, tuntutan jadwal dan mencoba untuk bekerja dan  bekerja dari hari ke hari tidak membuat orang lebih percaya diri. Menurut Redenbech (1999:2) : “Percaya diri sering kali tergantung situasi, misalnya berhubungan dengan lingkungan masyarakat yang sudah dikenal. Orang-orang sering menjadi tidak percaya diri ketika lingkungan ini berubah atau memasuki lingkungan baru.” Hal ini diperkuat oleh Yudiantoro (2006) yang mengatakan : “Dengan modal percaya diri seseorang dapat mewujudkan dan mengembangkan potensi dirinya terhadap lingkungan yang baru, mempunyai pegangan hidup yang kuat dan mampu mengembangkan motivasinya.”
Menurut Robert Redenbech (1998:2) : ”Percaya diri bukan berarti menjadi  keras atau seseorang yang paling sering menghibur dalam suatu kelompok. Tetapi percaya diri merupakan kemampuan mental untuk mengurangi pengaruh negatif dari keragu-raguan.” Seseorang yang secara mental sehat biasanya adalah orang yang memiliki konsep diri yang positif dan merasa bahwa dirinya berharga. Ia merasa kebutuhan-kebutuhan dirinya cukup terpenuhi, seperti kebutuhan akan rasa aman, cinta dan harga diri. Ia merasa bebas dari perasaan-perasaan frustasi, merasa bersalah, cemas, tegang, konflik, takut, tidak percaya diri dan lain-lain.
Seorang siswa yang merasa kebutuhan-kebutuhan dirinya tidak terpenuhi akan merasa bahwa dirinya tidak berharga, tidak dibutuhkan, tidak dicintai, tidak sebaik temannya yang lain sehingga kepercayaan diri siswa yang bersangkutan akan terganggu. Sehingga timbul  pada diri siswa perasaan seperti rasa benci, bermusuhan atau takut terhadap teman. Ia merasa tidak aman dengan masa depannya. Siswa dalam kondisi seperti ini sulit untuk berkonsentrasi terhadap materi yang diberikan kepadanya, sehingga perlu mendapat perhatian khusus mengingat kondisi yang demikian dapat mengganggu, merintangi belajar serta motivasi untuk mencapai prestasi sebaik mungkin.
Sekolah bisa dikatakan sebagai lingkungan yang berperan untuk bisa mengembangkan rasa percaya diri anak setelah lingkungan keluarga.Ditinjau dari segi sosialisasi mungkin dapat dikatakan bahwa sekolah memegang peranan lebih penting jika dibandingkan dengan lingkungan keluarga yang jumlah individunya lebih terbatas. Di sekolah, kepercayaan diri siswa khususnya dalam bidang matematika dapat dibangun melalui bermacam bentuk kegiatan seperti yang dikemukakan Hakim (2005:105) sebagai berikut :
1.      Memupuk keberanian untuk bertanya.
Setiap kali mengikuti pelajaran, biasanya guru akan memberikan kesempatan untuk bertanya kepada siswa yang belum memahami pelajaran yang baru diterangkan. Gejala yang sering terjadi adalah banyak siswa yang walaupun belum mengerti, tetapi merasa malu, enggan dan tidak berani untuk bertanya. Oleh karena itu, orang tua dan guru perlu memberikan pengertian dan keyakinan kepada siswa bahwa berani bertanya adalah salah satu cara untuk mengembangkan kepercayaan diri siswa.
2.      Peran guru yang aktif  bertanya kepada siswa
Salah satu jalan yang cukup efektif untuk membangun rasa percaya diri siswa adalah dengan melalui peran guru yang aktif mengajukan pertanyaan secara lisan kepada siswa, terutama kepada mereka yang terlalu pendiam dan bersikap tertutup. Dengan begitu mau tidak mau mereka akan terpaksa memberanikan diri untuk menjawab. Dalam hal ini guru harus mewaspadai bahwa setiap kali siswa ditanya secara lisan, reaksi mereka yang pertama adalah timbulnya  rasa takut salah saat memberikan jawaban.
3.            Melatih diskusi
Pelajaran sekolah yang diterapkan dengan menggunakan metode diskusi merupakan salah satu cara yang efektif untuk membangun rasa percaya diri siswa. Dalam proses diskusi, siswa akan terbiasa berfikir keras untuk mendapatkan suatu argumentasi yang  diyakininya sebagai suatu kebenaran. Jika situasi ini sering diciptakan maka siswa akan dapat membangun rasa percaya diri dalam tempo yang relatif cepat.
4.      Mengerjakan soal di depan kelas
      Ketika siswa mengerjakan soal di depan kelas, mereka harus memberanikan diri untuk tampil di depan orang dalam jumlah yang besar. Di samping itu, mereka juga akan merasa tertantang untuk bisa mengerjakan soal dengan benar. Untuk tampil di depan orang banyak setiap orang harus membangkitkan keberaniannya. Ia juga harus membangkitkan semangatnya untuk melawan beban mental yang timbul. Selain itu, ia pun harus membangkitkan rasa percaya diri semaksimal mungkin untuk bisa mengerjakan sesuatu yang sesuai dengan harapan orang banyak pada saat itu.
5.      Bersaing dalam mencapai prestasi belajar
Setiap orang yang mau melibatkan dirinya dalam suatu persaingan yang sehat dan mau memenangkan persaingan secara sehat pula, haruslah selalu  berusaha keras untuk membangkitkan keberanian, semangat juang dan rasa percaya diri yang maksimal. Yang perlu dicegah adalah jangan sampai persaingan di sekolah berubah atau berlanjut menjadi persaingan yang tidak sehat seperti timbulnya suasana permusuhan, bahkan tawuran.

                 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan kepercayaan diri diawali dengan pengenalan diri secara fisik, mampu melakukan interaksi dengan sehat di lingkungannya, berprestasi, aktif dalam mendekati pemecahan masalah.
2.1.1.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri
 Menurut Mikessel (dalam Syamsiah, 1994:45)  faktor yang mempengaruhi perkembangan kepercayaan diri adalah :
1)         Konsep diri, konsep diri yang dimaksud adalah pandangan dan perasaan individu tentang diri sendiri yang bersifat fisik, sosial maupun psikologis yang diperoleh individu berdasarkan pengalaman dan interaksi individu dengan individu yang lain. Individu yang memiliki konsep diri yang positif yakin akan kemampuan dalam menghadapi masalah-masalah dan menilai kepercayaan diri, sedangkan individu yang memiliki konsep diri yang negatif cenderung peka terhadap kritik dan pesimis terhadap kompetisi sehingga kurang memiliki kepercayaan pada diri sendiri.
2)         Rasa Aman, juga merupakan faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri. Rasa aman yang utama diperoleh dari dalam rumah dan orang-orang yang disekelilingnya. Jika rasa aman tersebut telah terbentuk maka individu akan melangkah ke luar dengan rasa percaya diri.
3)         Kesuksesan, setiap kali seseorang mencapai suatu kesuksesan ia akan dihadapkan pada suatu keyakinan yang meyakinkan dirinya bahwa ia memiliki kemampuan yang cukup, keyakinan ini akan meningkatkan kepercayaan diri.
4)         Harga Diri, individu yang memiliki harga diri yang rendah cenderung menarik diri dari pergaulan, tenggelam pada perasaan yang kurang menyenangkan. Individu yang merasa kurang percaya diri takut mengatakan pendapatnya, kurang berani tampil dan tidak berani mengkritik orang lain. Hal ini terjadi karena orang yang memiliki harga diri yang rendah mempunyai gambaran yang amat negatif dan cenderung memikirkan kegagalan dan tidak percaya kepada kemampuan diri sendiri.
5)         Penampilan Fisik, individu yang memiliki daya tarik dan penampilan yang menarik merasakan sikap sosial yang menguntungkan  dalam hal ini akan mempengaruhi konsep diri sehingga akan lebih percaya diri.
6)         Bakat, salah satu modal utama dalam menumbuhkan rasa percaya diri adalah dengan mengembangkan bakat yang dimiliki untuk memperoleh suatu keterampilam yang bermanfaat bagi diri sendiri. Rasa percaya diri akan meningkat dengan mantap jika seseorang memiliki keterampilan yang membuatnya dibutuhkan orang lain.




2.1.2    Prestasi Belajar Matematika
            Menurut Purwanto (1996:85) : “Belajar adalah suatu perubahan dalam tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk. Perubahan-perubahan itu terjadi melalui latihan dan pengalaman, dan bersifat relatif menetap.”
            Dari kutipan di atas, dalam hal perubahan melalui latihan dibutuhkan usaha dari individu yang bersangkutan, sedangkan perubahan melalui pengalaman usaha dari individu tersebut tidak tentu diperlukan. Ini mengandung arti bahwa dengan pengalaman seseorang dapat berubah perilakunya, di samping perubahan itu dapat disebabkan karena latihan.
Prestasi belajar merupakan penilaian berupa angka yang dinilai dari hasil keahlian, pengetahuan dan sikap siswa dalam mengikuti aktifitas belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Suryabarata (2002:326) yang menyatakan :
“Prestasi belajar merupakan penilaian hasil usaha kegiatan hasil belajar dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang mencerminkan hasil yang sudah dicapai setiap anak dalam periode tertentu, atau prestasi belajar diartikan sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar-mengajar siswa dengan tujuan pendidikan yang diterapkan.”

Prestasi belajar siswa dapat diperoleh melalui proses keberhasilan kegiatan belajar yang telah berlangsung. Syah (2003:109) mengatakan : “Prestasi belajar adalah peningkatan hasil melalui perubahan belajar yang dicapai seseorang pada lembaga formal dan dilakukan secara sengaja.” Hasil yang diperoleh berfungsi  untuk memberikan umpan balik dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar. Jadi prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai oleh peserta didik setelah menjalani proses belajar-mengajar.
            Menurut Benjamin S. Bloom (dalam Abdurrahman, 1999:38) :
“Ada tiga  ranah (domain) hasil belajar yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Prestasi belajar merupakan keluaran (outputs) dari suatu sistem pemerosesan masukan (inputs). Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau kinerja (performance).”

Menurut Romiszowski (dalam Abdurrahman, 1999:38) :
Prestasi belajar dapat dikelompokkan dalam dua macam kelompok yaitu pengetahuan dan keterampilan . Pengetahuan terdiri dari 4 kategori yaitu :
1.      Pengetahuan tentang fakta
2.      Pengetahuan tentang prosedur
3.      Pengetahuan tentang konsep
4.      Pengetahuan tentang prinsip
Keterampilan juga terdiri dari 4 kategori yaitu :
1.      Keterampilan untuk berfikir atau keterampilan kognitif
2.      Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik
3.      Keterampilan bereaksi atau bersikap, dan
4.      Keterampilan berinteraksi

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika siswa merupakan indikator untuk mengukur keberhasilan dalam pembelajaran matematika  yang dinyatakan dalam bentuk skor dari hasil tes yang dilakukan pada sejumlah materi pelajaran tersebut. Proses pembelajaran yang baik akan menghasilkan prestasi belajar yang baik, sebaliknya proses pembelajaran yang tidak baik akan menghasilkan prestasi belajar yang tidak baik pula.



















BAB III
PEMBAHASAN MASALAH
3.1.Kerangka Berfikir
Dari uraian dan kajian pustaka tersebut di atas dapat diidentifikasi ciri-ciri tertentu dari orang yang mempunyai  kepercayaan diri  yang tinggi sebagai berikut:
a.       Selalu bersikap tenang dalam mengerjakan sesuatu.
b.      Mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai.
c.       Mampu menetralisasi ketegangan yang muncul dalam berbagai situasi.
d.      Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi dalam berbagai situasi.
e.       Memiliki kondisi mental dan fisik yang cukup menunjang penampilannya.
f.       Memiliki kecerdasan yang cukup.
g.      Memiliki tingkat pendidikan formal yang cukup.
h.      Memiliki keahlian atau keterampilan lain yang menunjang kehidupannya, misalnya keterampilan berbahasa asing.
i.        Memiliki kemampuan bersosialisasi.
j.        Memiliki latar belakang pendidikan keluarga yang baik.
k.      Memiliki pengalaman hidup yang menempa mentalnya menjadi kuat dan tahan dalam menghadapi berbagai cobaan hidup.
l.        Selalu bereaksi positif dalam menghadapi masalah.

Ada beberap faktor yang mempengaruhi perkembangan kepercayaan diri, diantaranya adalah :
1)         Konsep diri
2)         Rasa Aman
3)         Kesuksesan
4)         Harga Diri.
5)         Penampilan Fisik
6)         Bakat

Di sekolah, kepercayaan diri siswa khususnya dalam bidang matematika dapat dibangun melalui bermacam bentuk kegiatan seperti berikut :
  1. Memupuk keberanian untuk bertanya.
  2. Peran guru yang aktif  bertanya kepada siswa
3.      Melatih diskusi
4.      Mengerjakan soal di depan kelas
5.      Bersaing dalam mencapai prestasi belajar

Prestasi belajar dapat dikelompokkan dalam dua macam kelompok yaitu pengetahuan dan keterampilan . Pengetahuan terdiri dari 4 kategori yaitu :
1.      Pengetahuan tentang fakta
2.     
13
 
Pengetahuan tentang prosedur
3.      Pengetahuan tentang konsep
4.      Pengetahuan tentang prinsip
Keterampilan juga terdiri dari 4 kategori yaitu :
1.      Keterampilan untuk berfikir atau keterampilan kognitif
2.      Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik
3.      Keterampilan bereaksi atau bersikap, dan
4.      Keterampilan berinteraksi

Prestasi belajar matematika siswa merupakan indikator untuk mengukur keberhasilan dalam pembelajaran matematika  yang dinyatakan dalam bentuk skor dari hasil tes yang dilakukan pada sejumlah materi pelajaran tersebut. Proses pembelajaran yang baik akan menghasilkan prestasi belajar yang baik, sebaliknya proses pembelajaran yang tidak baik akan menghasilkan prestasi belajar yang tidak baik pula.

3.2.      Kerangka konseptual
Hubungan Antara kepercayaan Diri Dengan Prestasi Belajar Matematika Siswa
Prestasi belajar erat kaitannya dengan kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu. Dengan menyadari kemampuan yang dimiliki menandakan bahwa individu tersebut memiliki kepercayaan diri. Keberhasilan siswa dalam belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam maupun dari luar individu. Di samping faktor intelektual, keberhasilan siswa dalam belajar juga dipengaruhi oleh kepercayaan diri yang merupakan faktor internal dan faktor keluarga yang merupakan faktor eksternal
Kepercayaan diri adalah sikap positif yang memampukan diri untuk mengembangkan penilaian yang positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Adanya kepercayaan diri dalam diri siswa mendorongnya memiliki keberanian untuk mengerjakan soal di depan kelas, siswa akan selalu optimis menyelesaikan segala tugas dan kewajiban. Dengan kata lain membuat siswa menyadari kemampuan yang ada dalam dirinya sehingga tidak mudah terpengaruh oleh  orang lain. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa .
Adanya kepercayaan diri akan menjadi penentu keberhasilan pelajar dalam menjalankan tugas. Siswa akan lebih punya dorongan yang kuat untuk bekerja giat, lebih tahan lama dalam mengatasi kesulitan dan lebih mampu mencapai level prestasi yang lebih tinggi.
Demikian pula sebaliknya, jika siswa tidak memiliki kepercayaan diri maka akan selalu merasa takut salah atau gagal dalam penyelesaian soal matematika. Siswa akan selalu dihinggapi keragu-raguan, mudah cemas, tidak yakin, cenderung menghindar, tidak punya inisiatif, mudah patah semangat,dan gejala kejiwaan lainnya yang menghambatnya untuk melakukan sesuatu sehingga bepengaruh pada prestasi belajarnya. Maka jelaslah bahwa kepercayaan diri siswa berpengaruh pada prestasi belajar matematika siswa. Prestasi belajar siswa yang memiliki kepercayaan diri akan lebih baik dari siswa yang tidak memiliki kepercayaan diri.
Dengan demikian diduga terdapat hubungan antara kepercayaan diri dengan prestasi belajar matematika siswa.



















BAB IV
KESIMPULAN

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan  bahwa kepercayaan diri dan prestasi belajar matematika memiliki hubungan yang berarti. Artinya, semakin tinggi kepercayaan diri siswa, maka akan semakin tinggi pula prestasi belajar matematika yang diperoleh siswa. Sebaliknya, semakin rendah kepercayaan diri  siswa, maka akan semakin rendah pula prestasi belajar matematika yang diperoleh siswa tersebut. Sehingga jelaslah terdapat hubungan yang berarti antara kepercayaan diri dengan prestasi belajar matematika siswa kelas IX SMP Negeri 3 Pantai Labu Tahun Ajaran 2014/2015.
0B0YgiJihULvwYzJrMFk5WGVDaTA

0 comments:

Post a Comment